Liputan Media Online tentang Abrasi di Kepulauan Meranti

2 Agustus 2011



Abrasi Gerus Meranti, Pulau Topang Terancam Hilang 

Sumber :  Liputan6.com

Liputan6.com, Dumai: Pulau Topang di Kecamatan Rangsang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau, terancam hilang karena abrasi. Hingga saat ini abrasi terus menggerus kawasan pantai setempat.

Kepala Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Kepulauan Meranti Bambang Suprianto mengatakan, Pulau Topang yang sebelumnya memiliki luas daratan mencapai 4.200 hektare perlahan terus terkikis abrasi cukup berat. Berdasarkan evaluasi bersama sejumlah pemuka masyarakat sekitar dan lembaga swadaya masyarakat, luas daratan Pulau Tobang saat ini tinggal 3.500 hektare.

"Luas daratan yang terkikis hingga 500 hektare ini diprediksi berlangsung sejak 20-25 tahun silam. Parahnya lahan bakau dan berbagai tanaman yang tadinya difungsikan untuk menahan laju abrasi, perlahan mulai punah dan rusak akibat minimnya kesadaran masyarakat sekitar untuk merawatnya," katanya.

"Lahan bakau yang tadinya membentang cukup luas, kini hanya tinggal sekitar 50 persennya saja. Selain itu, penyangga juga roboh diterjang derasnya ombak," katanya.

Ia menjelaskan, abrasi kategori berat memang tidak "menyerang" segala sisi pulau itu atau hanya beberapa bagian terutama yang berhadapan langsung dengan laut lepas, namun terjangan abrasi tersebut jauh lebih ganas daripada perkiraan sebelumnya.

Pada kesempatan terpisah, pemuka masyarakat Pulau Topang Sam Suharto, mengatakan, jumlah masyarakat Pulau Topang saat ini sedikitnya 2.800 jiwa yang rata-rata hidup dengan cara berkebun atau bercocok tanam. "Namun banyak juga yang keluar pulau dan mencari nafkah di dalam maupun di luar Meranti seperti Kota Dumai dan Bengkalis," kata Sam.

Sam mengatakan, secara umum masyarakat Pulau Topang tidak mengetahui bahwa abrasi kategori berat sedang mengancam kehidupan mereka. "Untuk menangani masalah ini dibutuhkan perhatian lebih pemerintah," lanjut Sam.

Menurut Sam, pemerintah perlu mendatangkan pakar untuk memberikan ilmu pengetahuan kepada masyarakat setempat tentang cara efektif mencegah abrasi. "Bagaimana abrasi bisa dicegah, sementara masyarakatnya tidak mengerti cara penanggulangannya," kata Sam.(Ant/ULF)

Abrasi Meranti Menjadi-jadi Ribuan Hakter Kebun dan Ratusan Rumah ke Laut
Sumber : Pratamafm.com

SELATPANJANG (KR)-- Tiga titik pulau di Meranti, masing-masing Pulau Padang, Pulau Merbau dan Pulau Ransang, terus menyusut luas daratannya akibat diterjang abrasi sepanjang tahun. Akibatnya, tidak saja ribuan hektar kebun dan ratusan rumah penduduk ke laut, titik kordinat terluar wilayah NKRI di Kabupaten Kepulaun Meranti turut bergeser.
Hal inilah, yang mencemaskan Ketua Komisi I DPRD Riau bagus Santoso, bahwa akan merugkan posisi NKRI secara politik dan keamanan, karena ketiga pulau ini berbatasan lansung dengan pariran Selat Melaka yang menjadi pembatas dengan negara Malaysia
Saat ini, sambung Bagus, sudah ribuan hektar kebun milik masyarakat yang terjun ke laut di terjang abrasi. Bahkan abrasi juga mengancam kawasan pemukiman masyarakat. Untuk itu pemerintah pusat harus segera mengalokasikan anggaran penyelamatan pulau-pulau terluar di Kabupaten Kepulauan Meranti tersebut. ''Kalau langkah ini lambat diambil, dihawatirkan akan semakin memperburuk situasi dan menngancam posisi NKRI dari sisi politik dan keamanan," ujar Bagus.
Menurut Bagus, sebagai pelau terluar sudah seharusnya tiga pulau tersebut menjadi perhatian serius pemerintah pusat. Abrasi yang menghantam ketiga pulau tersebut benar-benar cukup menghawatirkan. Dalam kurun tiga puluh tahun terakhir ini, sudah puluhan ribua meter kawasan bibir pantai pulau Ransang yang terjun ke laut.
Akibatnya, tidak hanya luas daratan yang menyusut. Masyarakat di sejumlah desa di pulau Ransang harus menderita kerugian. Ribuan hektar kebun kelapa dan karet yang runtuh kelaut dan ratusan rumah ikut hancur.
Mau tidak mau, pemerintah pusat harus menjadikan fenomena ini sebagai perhatian serius yang harus segera ditindak lanjuti. Kalau harus dibebankan ke pemerintah daerah Meranti, jelas tidak akan mampu. Program penyelematan Pulau Ransang perlu dana yang sangat besar.
Hal senada juga diungkapkan Wakil Ketua Komisi II DPRD Riau Zulfan Heri. Menurut Zulfan Heri, abrasi yang menghantam di pulau Ransang benar-benar cukup menghawatirkan. Setiap tahunnya ratusan meter luas daratan pulau terluar tersebut jatuh ke laut. Kondisi ini terjadi di beberapa titik, mulai dari Kecamatan Ransang hingga Kecamatan Ransang Barat.
Daerah yang paling parah dihantam abrasi, adalah Desa Anak Setatah, Bantar, Segomeng, Tanah Meran dan Sonde untuk di Ransang Barat. Kemudian Desa Tanjung Kedabu, Bungur, Tanjung Medang dan Gayung, di Kecamatan Ransang. "Jarak sisi Utara dan Selatan Pulau Ransang di Desa Anak Setatah Ransang Barat tinggal 1,5. Kalau abrasi ini tidak segera di atasi, Pulau Ransang akan terbelah jadi dua bagian. Untuk itu, penyelamatan pulau Ransang harus segera dilakukan pemerintah pusat," jelas Zulfan Heri.

Hutan Mangrove di Meranti Hancur

RIAU- Hampir sebagian besar hutan mangrove (bakau) di Riau mengalami kerusakan sangat parah. Kondisi inilah yang mengakibatkan sejumlah daerah di provinsi Riau mengalami abrasi. Kondisi paling parah terjadi di Kepulauan Meranti, sekitar 60 persen hutan mangrove di kawasan ini hancur akibat pembabatan yang dilakukan tanpa memikirkan dampak lingkungan. Bentang alam kabupaten Kepulauan Meranti yang sebagian besar terdiri dari daratan rendah, menjadi sangat rawan. Pada umumnya struktur tanah di Kepulauan Meranti berupa tanah alluvial dan grey humus dalam bentuk rawa-rawa atau tanah basah dan berhutan bakau (mangrove). Lahan semacam ini sebenarnya subur untuk pengembangan di sektor pertanian, perkebunan dan perikanan.Celakanya, sebagian besar kawasan hutan mangrove di Kabupatan Kepulauan Meranti terancam punah. Karena arang, semua hutan bakau di kawasan ini ditebang. Abrasi mencapai sepanjang 5 kilometer. Ini terjadi di Pulau Rangsang. Di Pulau ini, sekurang-kurangnya enam desa mengalami abrasi cukup parah, yakni Desa Bantar, Tanjung Motong, Tanjung Kedabu, Tanjung Samak, Tanjung Balak Bugur, dan Desa Sungai Guyung Kiri.
Masyarakat setempat mengaku, kondisi enam desa itu cukup memprihatikan, terutama dikawasan pantai yang nyaris amblas digerus abrasi. Abrasi tersebut menerjang bibir pantai hingga 12 kilometer dengan laju 10 sampai 20 meter setiap tahunnya. “Lebih dari lima kilometer daratan hilang akibat abrasi. Jika dilihat, batas kebun dan rumah yang dulu ada, kini hanya tampak terbenam di bawah air,” tutur Herman (65) salah seorang warga Tanjung Kedabu.
Menurut Herman, kondisi di Pulau Rangsang semakin parah ketika hutan di daratan juga punah oleh ulah PT Sumatra Riang Lestari (SRL), yang membabat habis hutan gambut.
Kondisi hutan di Pulau Rangsang sekarang ini, botak di darat, gundul di pantai. Tingginya tingkat abrasi di sepanjang pesisir timur pulau terluar Sumatra yang menghadap langsung ke Selat Malaka, menurutnya mengancam batas kedaulatan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan negara jiran Malaysia dan Singapura.
Sementara dari temuan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Riau, tercatat tingkat abrasi bibir pantai mencapai 5 kilometer (km) daratan hilang. “Abrasi yang terjadi sudah sangat parah. Hampir seluruh pulau terluar tergerus ombak Selat Malaka yang kini semakin kuat dan tidak menentu,” kata Direktur Eksekutif Walhi Riau Hariansyah Usman, beberapa waktu lalu.
Walhi Riau juga mencatat, ratusan hektare yang dulunya permukiman penduduk dan kebun sagu warga kini telah hilang berganti menjadi lautan. Untuk mengantisipasi bencana yang lebih parah, warga sekitar berusaha bertahan dengan menanam tanaman penahan ombak api-api. Tanaman itu diharapkan dapat menahan laju abrasi. Selain masalah abrasi, tambah Kaka, persoalan yang turut memberatkan penduduk di pulau terluar Indonesia adalah diberikannya izin perkebunan bagi perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI).
Di pulau Rangsang, masyarakat saat ini terjepit. Di satu sisi, warga sedang diancam oleh abrasi yang menghilangkan lima km daratan. Di sisi lain, permukiman yang semakin mundur itu hanya tinggal berjarak sekitar 500 meter saja dari kebun HTI PT Sumatra Riang Lestari (SRL).
Hancurnya hutan mangrove di Kebupaten Kepulauan Meranti memang tak terlepas dari munculnya sejumlah pabrik arang di kawasan itu. Secara historis hutan mangrove di Kepulauan Meranti telah lama dimanfaatkan penduduk desa pantai untuk kayu bakar, perkakas rumah, tiang dan lantai pelataran, jemuran pukat, jemuran ikan, udang dan kegunaan arang kayu bakau yang diminati untuk diekspor.
Pembabatan pun dilakukan secara membabi buta. Tak sedikit pula yang melakukan pembabatan secara ilegal. Data yang diperoleh Meranti Pos, jumlah pabrik arang di kawasan Meranti juga menjadi pemicu rusaknya hutan mangrove. Di Kebupetan Meranti sekurang-kurangnya terdapat 47 pabrik arang, yang tersebar 22 perusahaan berlokasi di Kecamatan Tebing Tinggi dengan kapasitas produksi 2.710/ton, 14 perusahaan berlokasi di Kecamatan Rangsang dengan kapasitas produksi 1.540/ton dan 11 perusahaan berlokasi di Kecamatan Merbau dengan kapasitas produksi 1.300/ton.
Belum lagi jumlah pembabat hutan magrove yang illegal, jumlahnya sudah tak terhitung lagi. Padahal, pembabatan hutan mangrove dapat dikenai sanksi hukum. Karena dinilai telah melanggar ketentuan Undang-Undang (UU) Nomor 41/1999 tentang Kehuanan, UU 31/2004 tentang Perikanan, UU 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.
Sementara dari Jakarta dilaporkan, Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad menegaskan, ekosistem hutan mangrove di Indonesia secara umum saat ini dalam kondisi kritis dan rusak berat. “70 persen hutan mangrove di Indonesia kondisinya kritis dan rusak berat,” kata menteri.
Menurut Fadel Muhammad, faktor penyebab rusaknya hutan mangrove karena pemanfaatan yang tidak terkontrol, karena ketergantungan masyarakat yang menempati wilayah pesisir sangat tinggi. Seperti untuk berbagai kepentingan diantaranya kepentingan perkebunan, tambak, pemukiman, kawasan industri, tanpa mempertimbangkan kelestarian dan fungsinya terhadap lingkungan sekitar.
Para pengamat lingkungan juga mengingatkan, akibat rusaknya hutan mangrove, dapat mengakibatkan instrusi air laut. Yakni masuknya atau merembesnya air laut kearah daratan sampai mengakibatkan air tawar sumur/sungai menurun mutunya, bahkan menjadi payau atau asin. Dampak instrusi air laut ini sangat penting, karena air tawar yang tercemar intrusi air laut akan menyebabkan keracunan bila diminum dan dapat merusak akar tanaman. Instrusi air laut telah terjadi dihampir sebagian besar wilayah pantai Bengkulu. Dibeberapa tempat bahkan mencapai lebih dari 1 km.
Kerusakan hutan mangrove juga menyebabkan, turunnya kemampuan ekosistem mendegradasi sampah organic, minyak bumi. Kemudian penurunan keanekaragamanhayati di wilayah pesisir, peningkatan abrasi pantai, turunnya sumber makanan, tempat pemijah & bertelur biota laut. Akibatnya produksi tangkapan ikan menurun. Turunnya kemampuan ekosistem dalam menahan tiupan angin, gelombang air laut.
Abrasi Pantai Jadi Perhatian Khusus Dewan
Sumber : metroriau.com
SELATPANJANG, METRORIAU.COM - Masalah abrasi pantai akan menjadi perhatian khusus Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Kepulauan Meranti. Jika masalah itu tidak segera diprioritaskan, dikhawatirkan bisa mengancam luas daratan daerah kepulauan ini.

Ketua DPRD Kabupaten Kepulauan Meranti, Hafizoh SAg kepada metroriau.com, menjelaskan, berbagai program dan upaya dalam mengatasi abrasi pantai itu, akan mendapat perhatian juga dukungan DPRD Kabupaten Kepulauan Meranti,

"Sudah berkilo meter luas daratan di Kabupaten Kepulauan Meranti, terutama di Pulau Rangsang, yang hilang menjadi lautan. Kondisi tersebut harus segera menjadi perhatian seluruh stake holder di Kepulauan Meranti, karena akan mengancam luas daratan daerah," ungkapnya.

Kondisi itu, kata Hafizoh, dapat dilihat di sejumlah Desa pesisir pulau Rangsang, yang wilayahnya berhadapan langsung dengan Laut Selat Malaka. Dimana, sudah banyak pemukiman penduduk harus dipindah lebih jauh ke darat, bahkan ada yang jatuh ke laut,

"Tidak hanya ancaman terhadap pemukiman penduduk. Ribuan hektar perkebunan masyarakat juga menjadi korban hantaman ombak selat malaka. Dimusim air laut pasang tinggi, banyak sawah dan perkebunan masyarakat yang rusak, dan tidak dapat menghasilkan bagi kebutuhan perekonomian hidup mereka," kata Hafizoh.

Ia prihatin, sejauh ini belum ada program konkrit pemerintah dalam mengatasi permasalahan itu. Namun Hafizoh juga mengakui, bahwa peran serta juga inisiatif masyarakat setempat, sangat diperlukan dalam menekan ancaman abrasi pantai tersebut,

"Kita berharap ini dapat menjadi perhatian serius semua pihak. Terutama Pemerintah Kabupaten, Provinsi dan Pusat. Dimana penanganan masalah ini perlu melibatkan peran masyarakat setempat, juga perlu mendapat pengawasan yang baik, agar manfaatnya dapat dicapai sesuai dengan yang diharapkan," pungkasnya. (Susanto)

Afrijon: Sudah Ada Amdal Tiga Pulau di Meranti Terancam Tenggelam

SELATPANJANG–Akibat eksploitasi hutan untuk hutan tanaman industri (HTI) dalam skala besar oleh tiga perusahaan di bawah bendera APRIL Group di Kabupaten Kepulauan Meranti, mengancam komitmen Presiden SBY terhadap perubahan iklim global serta mengancam kedaulatan NKRI.
Yang lebih parah lagi, apabila eksploitasi berlanjut dalam seratus tahun,maka tiga pulau di Kepulauan Meranti terancam tenggelam.
Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau Hariansyah Usman, dalam siaran persnya Minggu (17/10) menyebutkan, saat ini ada tiga perusahaan yang mengelola tiga izin HTI di Pulau Tebing Tinggi oleh PT Lestari Unggul Makmur (LUM), di Pulau Rangsang oleh PT Sumatera Riang Lestari (SRL) dan di Pulau Padang PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP).
’’Selain kerusakan hutan gambut yang dipastikan menimbulkan pelepasan karbon sehingga berkontribusi terhadap pemanasan global, operasi 3 perusahaan HTI ini juga telah menimbulkan keresahan di tingkat masyarakat tempatan. Yang jelas eksploitasi hutan dalam skala besar akan mengancam keutuhan pulau-pulau di Meranti itu, atau dengan kata lain terancam tenggelam,” tegas Hariansyah biasa disapa Kaka itu.
Ditegaskannya, pembuatan kanalisasi oleh perusahaan jelas mengancam penurunan muka gambut dan bukan tidak mungkin dalam jangka waktu yang tidak lama pulau akan tenggelam dan batas wilayah NKRI akan bergeser dan berpotensi terjadi konflik batas teritori antara negara Indonesia dan Malaysia yang berada tepat di depan Meranti ini.
“Walhi Riau sangat mendukung upaya Bupati maupun DPRD Meranti, yang telah melayangkan surat kepada Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan untuk meninjau ulang izin yang telah diberikan kepada 3 perusahaan HTI ini. Hendaknya langkah Bupati dan DPRD Meranti ini juga didukung oleh Gubri Rusli Zainal untuk juga melayangkan surat yang sama. Bahkan Gubri harus lebih tegas mendukung komitmen Presiden RI untuk mempertahankan hutan gambut dan berpihak kepada warga Riau yang berada di Kepulauan Meranti,” tutup Hariansyah.
Tidak Menyalahi Aturan
Menanggapi hal tersebut Manajer Humas PT SRL Afrijon Ponggok ketika dikonfirmasi menyebutkan bahwa izin pemberian HTI jelas tidak menyalahi aturan, karena sudah dilengkapi dengan analisa mengenai dampak lingkungan (Amdal). Disampaikan Afrijon, mustahil, pemerintah menerbitkan amdal, kalau kemudian berujung kepada kerusakan lingkungan.
“Apa yang disampaikan oleh Walhi tersebut kita hargai, tapi proses pembukaan HTI ini sudah melalui analisa studi lingkungan serta kelayakan melalui amdal. Tidak ada alasan bahwa HTI akan menenggelamkan pulau-pulau di Meranti ini, karena HTI adalah program pemberdayaan hutan dengan tanaman jenis akasia yang mengandung air sekaligus menjaga kesuburan tanah,” papar Afrijon.
Soal pembuatan kanalisasi, ia mengaku sudah melalui perencanaan. Setakat ini di Pulau Rangsang saja ada belasan kanal yang dibangun oleh PT SRL yang diprotes oleh kalangan masyarakat maupun aktivis lingkungan hidup. ***
Investigasi WALHI,Kegiatan PT. SRL Berpotensi Tenggelamkan Pulau Rangsang


WALHI merilis hasil investigasi lapangan di Pulau Rangsang, Meranti. Kesimpulannya, kegiatan PT.SRL bisa tenggelamkan pulau tersebut.

Riauterkini-PEKANBARU-Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) daerah Riau hari ini meluncurkan laporan investigasi penebangan hutan alam oleh PT Sumatera Riang Lestari (SRL). Sedikitnya 1.000 hektar hutan alam di Pulau Rangsang, Kabupaten Kepulauan Meranti, Provinsi Riau, telah ditebang oleh PT SRL, sejak Mei 2009, yang mengancam tenggelamnya salah satu pulau strategis di Indonesia serta menyebabkan terlepasnya emisi karbon di daerah gambut dalam tersebut.

WALHI Riau melaksanakan investigasi di konsesi PT. Sumatera Riang Lestari (PT. SRL) di Pulau Rangsang sepanjang bulan Juli-Agustus 2009. Tim investigasi menemukan tumpukan kayu log yang diestimasikan mencapai 1500 m3 dan tumpukan kayu sebagai bahan baku pulp sekitar 5000 m3. Selain itu, ditemukan 4 unit alat berat ekskavator sedang menarik kayu yang telah ditebang.

PT SRL juga diketahui membuat kanal di lahan gambut serta mempersiapkan pembuatan logyard (lokasi untuk tumpukan kayu) di pelabuhan yang direncanakan. Tim Walhi juga menemukan pembuatan kanal-kanal yang telah mencapai panjangnya 10 km dengan lebar mencapai 12 meter dan kedalamannya mencapai 5 meter.

Tim WALHI telah mengumpulkan informasi dan data-data di masyarakat terkait ekspansi PT SRL di Pulau Rangsang. Sejumlah dokumen penolakan masyarakat 13 desa se-Kecamatan Rangsang telah diperoleh menunjukkan betapa kerasnya penolakan warga desa terhadap operasi penebangan hutan alam gambut oleh PT SRL.

”Adanya perkebunan HTI oleh kelompok PT. RAPP ini tentu akan menjadi ancaman nyata bagi penduduk tempatan, baik dari aspek lingkungan maupun eksistensi mereka sendiri,” ujar Hariansyah ”Kaka” Usman, Direktur Eksekutif WALHI Riau. ”Kehadiran perusahaan HTI ini akan menghilangkan hak-hak masyarakat untuk mendapatkan sumber-sumber kehidupan dari hutan mereka sendiri karena mereka sangat menggantungkan diri pada kekayaan hutan ini.”

Ekspansi HTI PT. SRL di lahan gambut yang seharusnya dilindungi menyebabkan emisi karbon CO2 yang signifikan. Kawasan ekspansi HTI perusahaan ini dilakukan pada hutan alam yang patut dipertahankan karena masih dalam keadaan bagus. WALHI Riau menilai ekspansi HTI PT SRL juga mengancam kehidupan satwa langka yang dilindungi maupun spesies fauna pohon ramin. Kegiatan perusahaan ini juga memicu abrasi di pulau strategis itu maupun kekeringan di sejumlah danau (tasik) akibat pengeringan kanal gambut.

Dari investigasi ini WALHI menemukan beberapa hal menarik, seperti keganjilan dan kontroversi yang patut untuk dicermati. Legalitas PT SRL di Pulau Rangsang seluas 18.890 ha merupakan bagian konsesi perusahaan itu seluas 215.305 hektar, yang sebelumnya diindikasikan berasal dari konsesi hutan produksi eks HPH milik PT National Timber. Izin penebangan atau Rencana Kerja Tahunan untuk PT SRL ini diperoleh langsung dari Menteri Kehutanan dengan tidak melibatkan partisipasi aktif Dinas Kehutanan Provinsi seperti biasanya.

“Tentu saja hal ini patut dipertanyakan kenapa rekomendasi dari instansi berwenang di daerah tidak jadi pertimbangan dalam pembuatan keputusan ini,” ujar Hariansyah. WALHI Riau juga mengindikasikan kegiatan perusahaan tidak dilengkapi dengan Amdal dan rekomendasi pejabat berwenang di daerah karena perusahaan hanya mengakui mendapat persetujuan dari Bupati Bengkalis dan Gubernur Riau.

Ekspansi HTI PT SRL menimbulkan konflik sosial dan keresahan masyarakat tempatan terbukti dengan banyaknya protes masyarakat yang merasa terancam kehidupan mereka akibat operasi perusahaan ini. ”Pembabatan hutan alam rawa gambut oleh PT SRL bukan saja mengancam hutan rawa gambut Pulau Rangsang, tapi mengancam pulau terluar Indonesia yang sangat strategis dalam aspek pertahanan dan keamanan nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia ini. Tentu ini masalah serius dan tak bisa diabaikan begitu saja,” Hariansyah menambahkan.

Karena begitu banyaknya persoalan diakibatkan perluasan konsesi HTI serta banyak kepentingan terancam, mulai dari ekonomi-sosial masyarakat, hutan alam, ekosistem gambut, spesies langka Ramin, satwaliar, terancamnya pulau terluar strategis NKRI, dan lepasnya emisi karbon maka Walhi Riau mengimbau Asia Pacific Resources International Holdings (APRIL), PT RAPP dan PT SRL untuk berhenti melakukan penebangan hutan alam di Pulau Rangsang. Walhi mengimbau Departemen Kehutanan untuk meninjau ulang dan membatalkan izin yang telah diberikan kepada PT SRL karena banyaknya masalah yang ditimbulkan kepada ekosistem dan masyarakat, selain kontroversi dari segi perizinan yang berindikasikan pada praktek KKN. ***(rls) 

5 komentar:

Mr. Nya' mengatakan...

kayak kliping tentang Abrasi ya, ingat waktu dapat tugas geografi ketika masih sekolah

attayaya-puasa mengatakan...

kita ajak masyarakat untuk menanam bakau, sebelumnya kasi tau dulu ilmu dan kegunaan bakau

attayaya-taman mengatakan...

kalo ngajak pemerintah... ribeeeet ga selesai selesai

agen xamthone plus bandung mengatakan...

punya banyak referensi juga......mantapppp....kalo nunggu pemerintah bertidak kayaknya kelamaan....

riautrust.blogspot.com mengatakan...

http://riautrust.com/read-2728-2012-06-07-abrasi-di-pulau-rangsang-kian-mengkhawatirkan-.html

 
© Copyright 2010-2011 Kayu Ara All Rights Reserved.
Template Design by bakharuddin.Net | Powered by Blogger.com.